KONSEP PERCAYA DIRI DALAM JANGJAWOKAN
MAKE CALANA:
KAJIAN ETNOLINGUISTIK*
Asep Mulyana, Agus
Wijiyanto dan Akbar Aria Bramantya
Universitas
Pendidikan Indonesia
agus.wijiyanto@student.upi.edu
1.
Pendahuluan
Indonesia merupakan negara
kepulauan yang masing–masing memiliki tradisi dan kebudayaan yang berbeda. Kita
akan disuguhkan berbagai budaya dan tradisi yang terdapat di negara Indonesia.
Kebudayaan yang tetap dipelihara masyarakat, menjadikan Indonesia sebagai salah
satu negara yang paling kaya akan budaya dan tradisi. Keberagaman tradisi di
Indonesia membuka peluang untuk berbagai aspek. Seperti halnya tradisi lisan,
tradisi lisan tetap bertahan menancapkan kukunya di tengah-tengah masyarakat
meskipun berada di zaman yang sudah modern ini. Saat ini sebagian tradisi lisan
mulai dilupakan oleh penuturnya, sehingga sebagian tradisi lisan bisa dikatakan
sudah punah.
Sebagai salah satu tradisi lisan
yang ada di Indonesia khususnya tanah Sunda, jangjawokan menjadi salah satu bukti nyata bahwa tradisi lisan masih
dipertahankan, meski pada kenyataannya jangjawokan
juga sudah mulai dilupakan oleh sebagian penuturnya. Hal ini diungkapkan karena
pada kenyataannya masyarakat memiliki tingkat kesetiaan yang berbeda terhadap
tradisi dan kebudayaannya. Akibatnya, beberapa puisi lisan mulai dilupakan yang
artinya di ambang kepunahan, tentu hal ini berdampak pada kualitas suatu daerah
khususnya Sunda akan jati diri dan identitasnya.
Menurut Danasasmita (dalam
Afidah, 2009: 1), jangjawokan berasal
dari kata jawok yang artinya ucapan,
omongan; gorowok atau corowok adalah seruan atau teriakan
seseorang. Kata-kata tersebut memiliki akar kata wok yang kemungkinan berasal dari kata Sankrit vac (uvaca) yang
berarti kata, atau ucap. Jangjawokan Make Calana
termasuk dalam jangjawokan asihan
karena jangjawokan ini ditujukan
sebagai jangjawokan untuk memelet
orang lain. Jangjawokan ini termasuk
pada asihan yang bersifat global
(menyeluruh), berbeda dengan jenis asihan
lain yang hanya ditujukan pada orang tertentu, asihan ini memiliki sasaran yang lebih luas yaitu masyarakat pada
umumnya.
Berdasarkan persoalan
tersebut, ada beberapa rumusan masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini,
yaitu: (1) struktur,
(2) proses penciptaan, (3) konteks
penuturan, (4) fungsi, dan (5) makna jangjawokan Make Calana.
2.
Pembahasan
1)
Analisis
Struktur Jangjawokan
Make Calana
Teks yang akan dianalisis yaitu
teks jangjawokan pada saat melakukan
kegiatan (menggunakan celana). Sebelum teks ini dianalisis, maka terlebih dulu
teks jangjawokan Make Calana diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia sehingga
mempermudah dalam proses menganalisis. Berikut isi dari teks jangjawokan Make Calana.
NO
|
TEKS ASLI
|
NO
|
TEKS TERJEMAHAN
|
1.
|
calana aing calana herang
|
1.
|
Celana saya
celana jernih
|
2.
|
ditilik ti gigir lengik
|
2.
|
Dilirik dari samping ramping
|
3.
|
ditenyo ti tukang lenyang
|
3.
|
Dilihat dari belakang semampai
|
4.
|
nu asih pagiri-giri
|
4.
|
Yang sayang berdampingan
|
5.
|
Nu hayang peheula-heula
|
5.
|
Yang mau pada mau duluan
|
6.
|
mangka welas mangka asih
asih kabadan aing
|
6.
|
Supaya cinta supaya sayang sayang kebadan
saya
|
Kalimat pertama pada jangjawokan Make Calana
berbunyi calana aing calana herang
kalimat ini merupakan jenis kalimat berita yang berfungsi memberikan informasi.
Kalimat pertama pada jangjawokan Make Calana merupakan kalimat inti dari
keseluruhan jangjawokan tersebut.
Jika dilihat dari segi kemaknaan, kalimat ini menyatakan bahwa celana yang akan
digunakan yaitu celana yang menarik dan indah, ini bisa terlihat dari kata calana herang pada kalimat pertama
bagian akhir. Kata calana herang
merupakan wujud keinginan dari penutur, sehingga celana jenis atau tipe apapun yang dikenakan penutur akan tampak
menarik. Kalimat pertama pada jangjawokan untuk menggunakan celana berpola S+K.
Kalimat
kedua dari jangjawokan Make Calana berbunyi ditilik ti gigir lengik merupakan
kalimat berita yang bertujuan memberikan informasi, sekaligus penegas kalimat
pertama. Dari segi kemaknaan kalimat kedua merupakan hasil dari kalimat
pertama. Maksudnya setelah celana itu dikenakan maka akan tampak bagus dan
menarik, yang diperjelas oleh kata tigigir
lengik merupakan bagian akhir dari kalimat kedua. Kalimat kedua pada jangjawokan ini berpola P+K.
Kalimat
ketiga dari jangjawokan Make Calana berbunyi ditenyo ti tukang lenyang kalimat ini
sama dengan kalimat kedua yaitu jenis kalimat berita yang berfungsi memberikan
informasi, sekaligus penjelas dari kalimat pertama. Kalimat ketiga dari jangjawokan Make Calana berpola P+K.
Kalimat
keempat pada jangjawokan Make Calana berbunyi nu asih pagiri-giri kalimat ini termasuk
ke dalam jenis kalimat berita yang berfungsi memberikan informasi. Pada kalimat
keempat terdapat kata yang dilesapkan. Jika ditulis secara lengakap maka akan
berbunyi muga-muga nu asih pagiri-giri
kata muga-muga merupakan kata yang
dilesapkan karna tanpa ada kata muga-muga
pun maksud dari kalimat keempat bisa tersampaikan secara jelas. Dari segi
kemaknaan, kalimat keempat merupakan kalimat harapan atau tujuan dari kalimat
pertama, kedua, dan ketiga yaitu tujuan dari dibacakannya jangjawokan Make Calana.
Kalimat keempat pada jangjawokan Make Calana berpola K+P.
Kalimat
kelima pada jangjawokan Make Calana berbunyi nu hayang peheula-heula kalimat ini
merupakan jenis kalimat berita yang berfungsi menyampaikan informasi. Dari segi
kemaknaan, kalimat ini berisi harapan si penutur. Kesamaan maksud dari kalimat
keempat dan kelima merupakan tujuan yang ingin dicapai si penutur sedangkan
kalimat sebelumnya merupakan proses. Pada kalimat kelima terdapat kata yang
dilesapkan, jika ditulis secara keseluruhan maka akan berbunyi muga-muga nuhayang peheula-heula kata muga-muga bisa diartikan dalam bahasa
Indonesia yaitu semoga. Kalimat kelima pada jangjawokan
Make Calana berpola K+P.
Pada
kalimat keenam sekaligus kalimat terakhir pada jangjawokan Make Calana
berbunyi mangka welas mangka asih asih ka
badan aing kalimat ini merupakan kalimat berita yang berfungsi memberikan
informasi. Kalimat terakhir pada jangjawokan
ini merupakan kalimat isi yang berperan sebagai hasil dari jangjawokan Make Calana.
Semua kata-kata pada kalimat keenam merupakan kata-kata yang menunjukan harapan
atas jangjawokan yang diucapkan. Hal
tersebut bisa dibuktikan dengan kalimat asih
kabadan aing yang merupakan penggalan dari kalimat keenam. Penekanan pada
kata “asih kabadan aing” menunjukan
bahwa penutur mengharapkan hasil yang maksimal atau sesuai dengan yang
diharapkan. Kalimat keenam pada jangjawokan
Make Calana berpola K+S+P+O.
Dari
hasil analisis teks jangjawokan Make Calana terdapat beberapa vokal dan
konsonan yang mendominasi salah satunya yaitu vokal /a/ dan konsonan /g/. Vokal
/a/ yang sering berkombinasi dengan konsonan-konsonan yang menghasilkan bunyi
ringan menghasilkan bunyi yang jelas. Selanjutnya, vokal /a/ yang sering
dipertemukan dengan bunyi nasal /ng/ menghasilkan bunyi yang berirama.
Kemaknaan dalam isi jangjawokan
sangat berperan penting dalam pembentukan bunyi, seperti halnya dalam jangjawokan Make Calana, kemaknaan dalam jangjawokan
ini mengakibatkan bunyi yang dihasilkan terasa ringan serta jelas pada saat
diucapkan dan didengar.
Aliterasi
yang sering muncul dalam jangjawokan Make Calana yaitu konsonan /g/ konsonan
ini terasa ringan pada saat berkombinasi dengan vokal /i/ meski pada saat
diucapkan terasa getaran di tenggorokan namun kombinasi konsonan /g/ dan vokal
/a/ terasa mudah diucapkan. Hampir keseluruhan bunyi pada jangjawokan Make Calana,
kombinasi aliterasi dan asonansinya menimbulkan kesan ringan pada saat
pelafalan, meski pada bagian-bagian tertentu terdapat kombinasi bunyi yang
terasa sedikit berat seperti kombinasi konsonan /r/ dengan vokal /i/.
Dari
keseluruhan hasil analisis sintaksis pada jangjawokan
Make Calana yang diklasifikasikan
berdasarkan fungsi, kategori, dan peran. Fungsi yang menonjol yaitu fungsi
predikat hal tersebut berkaitan dengan isi dari jangjawokan Make Calana
yang merujuk pada tingkah laku. Sedangkan dari segi kategori kata, kata yang
menonjol yaitu kata kerja (verba) dan kata sifat (adjektiva). Penggunaan kata
kerja pada jangjawokan Make Calana berkaitan dengan fungsi yang
mendominasi yaitu fungsi predikat, sedangkan kata sifat (adjektiva) disebabkan
oleh penggunaan kata-kata pada jangjawokan
Make Calana banyak mengungkap
keindahan seperti kata asih, lengik,
lenyang. Jika dilihat dari segi peran, peran yang mendominasi yaitu peran
perbuatan karena jangjawokan Make Calana memang ditujukan atau
digunakan pada saat penutur menggunakan celana, sehingga isi dari jangjawokan tersebut lebih merujuk pada
perbuatan yang dilakukan penutur.
2)
Analisis
Proses Penciptaan Jangjawokan Make Calana
Proses penciptaan jangjawokan Make Calana memang bersifat komunal atau milik bersama karena
proses penciptaan jangjawokan ini
memang disebarkan lewat mulut ke mulut. Asal-usul dari jangjawokan Make Calana
memang tidak diketahui, jangjawokan
ini hanya ikut berkembang sebagai salah satu tradisi lisan di tengah-tengah
masyarakat. Keterbutuhan masyarakat akan tradisi serta pola pikir masyarakat
dulu yang terkesan percaya terhadap hal-hal yang bersifat mistis melahirkan jangjawokan ini dijadikan sebagai salah
satu media dalam mengutarakan harapan dengan cara yang bersifat mistis. Setelah
melihat pemaparan di atas, maka peneliti semakin yakin bahwa sebuah karya
sastra terutama tradisi lisan lebih berkembang pesat dalam masyarakat karena
proses perkembangannya melibatkan masyarakat langsung.
3)
Analisis
Konteks Penuturan Jangjawokan Make Calana
Penutur jangjawokan
Make Calana merupakan salah satu
orang tertua di Kampung Pasir Gombong Desa Sukamandi Kecamatan Sagalaherang
Kabupaten Subang, hal tersebutlah menjadi salah satu bukti bahwa penutur tidak
mengajarkan jangjawokan yang ia
ketahui pada orang lain, sehingga peneliti hanya mendapatkan informasi perihal jangjawokan Make Calana hanya dari satu informan yaitu Ma Ati (79 tahun).
Analisis konteks penuturan jangjawokan ini dapat dianalisis melalui
analisis konteks situasi. Analisis konteks situasi, dapat dibedakan menjadi
empat bagian, yaitu waktu, tujuan, peralatan dan teknik penuturan.Waktu pada
saat menuturkan jangjawokan ini yaitu
pada saat menggunakan celana, karena memang jangjawokan
ini digunakan pada saat menggunakan celana. Tujuan dari jangjawokan Make Calana
yaitu agar orang yang mengenakan celana dibarengi dengan membaca jangjawokan
ini terlihat menarik di mata orang lain seperti pada kalimat “ditilik ti gigir lengik” dan pada
kalimat “ditenyo ti tukang lenyang”.
Peralatan atau media pendukung dalam menuturkan jangjawokan Make Calana adalah
celana yang merupakan celana bagian luar yang terlihat oleh masyarakat pada
umumnya. Teknik dan waktu penuturan saat menggunakan jangjawokan ini, memang sangat sederhana, karena hanya cukup
dituturkan pada saat menggunakan celana.
4)
Analisis
Fungsi Jangjawokan
Make Calana
Sebagai salah satu tradisi
lisan, tentu jangjawokan Make Calana memiliki fungsi selain
fungsi utama sebagai media penyampaian harapan, jangjawokan ini juga berfungsi sebagai pemertahan kebudayaan, serta
pemertahanan jati diri daerah kampung Pasir Gombong Desa Sukamandi Kecamatan
Sagalaherang Kabupaten Subang.
Hutomo
(1991:69) menyatakan bahwa tradisi lisan berfungsi sebagai sistem proyeksi,
berfungsi sebagai pengesahan kebudayaan, sebagai alat pemaksa berlakunya
norma-norma sosial dan sebagai alat pengendali sosial, sebagai alat pendidikan
anak. Jika melihat fungsi-fungsi menurut Hutomo tersebut, maka jangjawokan Make Calana memiliki keterkaitan dengan fungsi-fungsi tersebut.
Pertama, sebagai sistem proyeksi. Jangjawokan
Make Calana merupakan proyeksi idaman
seseorang di mana setiap orang ingin tampak terlihat menarik. Hal ini berkaitan
dengan tujuan dari jangjawokan Make Calana yang menjadi media
penyampaian harapan seseorang akan keindahan.
Kedua, sebagai pengesahan kebudayaan. Jangjawokan
Make Calana merupakan sebuah tradisi
lisan yang berangkat dari kebudayaan yang berkembang dari masyarakat penuturnya
di mana masyarakat mempercayai hal-hal yang bersifat gaib atau berbau mistis.
Ketiga, sebagai alat pemaksa berlakunya norma-norma sosial dan sebagai alat
pengendali sosial. Jangjawokan juga
sangat berperan sebagai sebuah tradisi. Jangjawokan
sangat melibatkan banyak orang baik dari sisi penciptaan maupun proses
pemertahanan norma-norma sosial yang menganut sistem kekeluargaan.
Keempat, sebagai alat pendidikan anak. Jika berpikir bahwa jangjawokan bukan sebuah pendidikan
karena melihat tujuan dari jangjawokan
yang terkesan bersifat negatif, dalam hal ini seperti pelet. Namun sebenarnya jangjawokan mengajarkan sebuah
kebudayaan yang merujuk pada identitas sebuah daerah. Pendidikan yang
menumbuhkan rasa kecintaan terhadap daerah sendiri serta kebanggaan akan budaya
di daerah sendiri.
5)
Analisis
Makna Jangjawokan
Make Calana
Jangjawokan Make Calana memiliki arti yang sangat beragam baik secara implisit
maupun eksplisit. Jika melihat dari segi arti, maka jangjawokan ini menggambarkan sebuah keindahaan seperti dalam kata calana herang pada kalimat pertama
bagian akhir, dipertegas dengan berbagai media yang digunakan untuk mempertegas
maksud seperti media penglihatan dalam kata ditilik,
ditenyo.
Kekayaan arti pada jangjawokan ini semata-mata hanya
sebagai penegas bahwa ada sesuatu yang ingin disampaikan, terlihat pada
kalimat-kelimat selanjutnya yang lebih mengeksplorasi keindahan, cinta, harapan
tentunya menjadi alasan kenapa jangjawokan
ini dipilih oleh peneliti sebagai data penelitian. Setelah keseluruhan arti
diketahui maka akan timbul sebuah kemaknaan yang utuh, dari jangjawokan Make Calana tersirat makna yang sangat dalam tentang sebuah keinginan dan harapan dari si
penutur.
Sebagai salah satu
mantra asihan, tentu tujuannya satu yaitu membuat orang lain suka pada si penutur,
dan hal ini pula yang ditemukan dari kemaknaan pada jangjawokan Make Calana
yaitu makna keindahan, ketertarikan, kecantikan yang diselipkan dalam sebuah
media yaitu celana.
6) Konsep
Percaya Diri dalam Teks Jangjawokan Make Calana
Jangjawokan make calana merupakan salah satu jangjawokan pelet yang bersifat implisit, hal tersebut dilihat dari kemaknaan
yang terkandung dalam isi jangjawokan
dimana sasaran dari penggunaan jangjawokan
ini tidak diterangkan secara gamblang. Berbeda dengan jenis jangjawokan pelet lain yang lebih
terang-terangan menggunakan nama orang yang dituju, jangjawokan make calana ini justru memiliki cakupan yang lebih luas
yaitu masyarakat pada umumnya. Dalam tradisi sunda jangjawokan tidak hanya sebagai kebudayaan namun juga sebagai alat
yang memberikan sugesti pada setiap penuturnya. Sugesti yang dirasakan oleh
setiap penutur jangjawokan make acalana
ini yaitu timbulnya rasa percaya diri pada saat beraktivitas. Jangjawokan make
calana ini menambahkan kesan percaya diri pada setiap penuturnya, seperti dalam
kalimat ditilik ti gigir lengik dan ditenyo ti tukang lenyang yang artinya
dilirik dari samping ramping, dilihat dari belakang semampai. Jika melihat maksud yang
terkandung dalam isi jangjawokan ini,
justru kita akan melihat bagaimana kesederhanaan orang sunda. Kesederhanaan
tersebut tercermin dalam media yang digunakan yaitu celana, dimana celana
menjadi hal yang lumrah digunakan oleh setiap orang. Penuturan jangjawokan make calana ini hanya
sebagai stimulus bagi orang sunda bahwa apapun yang digunakan asalkan sesuai
maka akan terlihat menarik.
3. Simpulan
Berdasarkan hasil kajian mengenai
Jangjawokan
Make Calana, dapat terungkap bahwa jangjawokan tersebut dapat dianalisis
menjadi beberapa bagian, yaitu (1) struktur,
(2) proses penciptaan, (3) konteks
penuturan, (4) fungsi, dan (5) makna dalam teks jangjawokan Make Calana. Proses penciptaan jangjawokan
ini bersifat komunal atau milik bersama karena proses penciptaan jangjawokan ini disebarkan lewat mulut
ke mulut. Fungsi jangjawokan ini
dapat digolongkan menjadi empat fungsi, yaitu: (1) sistem proyeksi, (2)
pengesahan kebudayaan, (3) alat pemaksa berlakunya norma-norma sosial dan
sebagai alat pengendali sosial, dan (4) alat pendidikan anak. Makna yang
ditemukan dalam jangjawokan Make Calana yaitu makna keindahan,
ketertarikan, kecantikan yang diselipkan dalam sebuah media yaitu celana.
Daftar Pustaka
Afidah,
Nuri Novianti. (2009). Jangjawokan
Nyambel: Analisis Struktur, Fungsi, dan Konteks Penuturan. Makalah Folklor.
Bandung.
Danandjaja,
James. (2007). Folklore Indonesia: Ilmu
Gosip, Dongeng, dan lain-lain. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti.
Hutomo,
Suripan Hadi. (1991). Mutiara yang
Terlupakan. Surabaya: HISKI.
Keraf,
Gorys. (2010). Diksi dan Gaya Bahasa.
Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
KBBI
Luring Versi 1.3
Koentjaraningrat. (2005). Pengantar Antropologi I. Jakarta: PT.
Rineka Cipta.
Ramlan.
(2005). Ilmu Bahasa Indonesia Sintaksis.
Yogyakarta: CV. Karyono.
Teeuw, A. (1994) Lord: ”a line
of halp line contructed on the pattern of the formulas” (larik atau separuh
larik yang disusun atas dasar pola formula).
*disajikan di Konferensi Linguistik Tahunan Atma Jaya Kesebelas Tingkat Internasional, pada 1-2 Mei 2013, Unika Atma Jaya, Jakarta
Komentar
Posting Komentar