Langsung ke konten utama

Kajian Antropolinguistik



KONSEP HARMONI DALAM LEKSIKON KESENIAN TERBANG SEJAK:
KAJIAN ANTROPOLINGUISTIK DI KAMPUNG DUKUH, KABUPATEN GARUT*


Agus Wijiyanto, Adi Dwi Prasetio, dan Muhammad Fahmi Akbar
Universitas Pendidikan Indonesia
agus.wijiyanto@student.upi.edu, adi.dwi@ student.upi.edu, m.fahmi@ student.upi.edu


ABSTRAK

Kampung Dukuh merupakan salah satu perkampungan adat yang masih menjaga nilai-nilai kearifan lokal. Hal tersebut tercermin dari penggunaan leksikon yang dipakai oleh masyarakat adat Kampung Dukuh. Salah satu leksikon yang dapat mencerminkan kearifan lokal masyarakat adat Kampung Dukuh adalah leksikon kesenian Terbang Sejak. Penelitian ini merupakan penelitian antropolinguistik yang melibatkan dua disiplin ilmu sekaligus, yakni linguistik dan antropologi. Topik ini masih belum ada yang mengeksplorasinya secara khusus dan mendalam. Adapun penelitian yang masih berkaitan yaitu penelitian yang dilakukan oleh Hidayatullah dan Fasya (2012) tentang konsep nasi di Kampung Naga, Kabupaten Tasikmalaya. Selain itu, Pamelasari (2013) telah melakukan penelitian tentang kandungan nilai kearifan lokal dalam leksikon batik trusmi. Ada tiga rumusan masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini: (1) Bagaimana klasifikasi dan deskripsi leksikon kesenian Terbang Sejak yang digunakan oleh masyarakat adat Kampung Dukuh; (2) Bagaimana fungsi leksikon kesenian Terbang Sejak yang digunakan oleh masyarakat adat Kampung Dukuh; (3) Bagaimana konsep harmoni dan nilai-nilai kearifan lokal yang terkandung dalam leksikon kesenian Terbang Sejak yang digunakan oleh masyarakat adat Kampung Dukuh. Untuk menjawab masalah tersebut, tahap pengumpulan data dimulai dengan mencatat leksikon kesenian Terbang Sejak yang digunakan oleh masyarakat adat Kampung Dukuh. Data-data tersebut juga dilengkapi dengan meminta bantuan informan yang merupakan warga asli Kampung Dukuh, yakni salah seorang pimpinan grup kesenian Terbang Sejak. Setelah dikumpulkan dan dicatat, data-data diklasifikasikan berdasarkan bentuk lingual dan fungsinya, lalu diungkap cerminan kebudayaannya.
Kata kunci: antropolinguistik, leksikon kesenian Terbang Sejak, kearifan lokal

PENDAHULUAN

Perspektif ilmu antropologi menyatakan bahwa kebudayaan merupakan keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam kehidupan masyarakat yang dijadikan milik dari manusia dengan belajar (Koentjaraningrat, 2009: 144). Salah satu hasil karya manusia adalah kesenian. Kesenian lahir sebagai supremasi tertinggi dalam rekam jejak sebuah peristiwa masyarakat. Kecenderungan hegemoni modern tidak bisa serta merta membuat zona budaya digandrungi pembaharuan. Oleh karenanya, tidak jarang kesenian mengandung kode-kode bahasa atau maksud tertentu yang secara nyata bisa diteliti dari sudut pandang bahasa. Seni dan budaya berkembang sejalan dengan bahasa sebagai medium perantara keduanya. Apa yang tidak bisa dinyatakan secara seni dan budaya dapat disirat melalui bahasa. Jadi, sudah sewajarnya perhatian tertuju pada lingkup budaya yang harus dipertahankan dan juga diwariskan. Harmoni seni juga menjadi sudut kepercayaan sendiri.
Harmoni merupakan sebuah istilah yang berarti keselarasan atau keserasian. Konsep harmoni kerap kali menjadi konsep yang langka dan sulit untuk diteliti. Oleh karena itu, penelitian ini lebih menitikberatkan pada konsep harmoni dalam leksikon kesenian Terbang Sejak di Kampung Dukuh. Leksikon kesenian Terbang Sejak merupakan salah satu artefak budaya yang bisa dikaji melalui bahasa. Konsep harmoni dalam kesenian Terbang Sejak hanya bisa diteliti dari sudut pandang dan medium bahasa. Oleh karena itu, rekam jejak dalam penelitian ini dimulai dari maksud kesenian Terbang Sejak melalui bahasa dan keberadaannya sebagai artefak budaya khas daerah.
Penelitian ini dilakukan sebagai proses sumbangsih nyata untuk ilmu pengetahuan, baik dari segi akademisi maupun kepentingan objek penelitian. Hal ini dilakukan sebagai upaya pelestarian kesenian daerah tersebut agar tidak punah dan dapat diketahui oleh masyarakat umum. Kesenian daerah saat ini terancam punah akibat kurangnya perhatian masyarakat setempat terlebih generasi muda yang tidak ikut andil dalam pelestarian kesenian daerah. Di samping itu, penelitian ini juga penting dilakukan karena sebagai upaya meredakan konflik di antara masyarakat adat Kampung Dukuh dengan beberapa pihak dengan cara mengaitkan konsep harmoni yang terdapat dalam leksikon kesenian Terbang Sejak.
Dalam penelitian ini, ternyata masih sulit ditemukan referensi maupun hasil penelitian khusus secara mendalam mengenai leksikon kesenian Terbang Sejak. Namun, ada penelitian yang masih berkaitan dengan penelitian antropolinguistik maupun etnolinguistik, di antaranya penelitian yang dilakukan oleh Hidayatullah dan Fasya (2012) tentang konsep nasi di Kampung Naga, Kabupaten Tasikmalaya. Adapun Widiatmoko (2011) melakukan penelitian tentang leksikon kemaritiman di Pantai Tanjungpakis di Kabupaten Karawang. Selain itu, Pamelasari (2013) melakukan penelitian tentang kandungan nilai kearifan lokal dalam leksikon batik trusmi. Ada pula penelitian yang dilakukan oleh Juita, dkk. (2013) yang melakukan penelitian tentang nama perkakas pertanian di Kampung Naga, Kabupaten Tasikmalaya.
Dari senarai penelitian-penelitian sebelumnya, penelitian ini berbeda dengan penelitian terdahulu. Kesenian tradisional kini terancam keberadaannya. Beberapa kesenian tradisional Sunda pun kini tidak dapat ditemukan lagi, misalnya kesenian Terbang Sejak. Tentunya ketika kesenian Terbang Sejak mulai dilupakan oleh masyarakat, maka ilmu pengetahuan dan nilai kearifan lokal yang terdapat dalam leksikon kesenian Terbang Sejak pun akan hilang. Di samping itu, penelitian ini dapat memberikan gambaran kepada masyarakat akan pentingnya nilai-nilai yang terdapat dalam leksikon kesenian Terbang Sejak. Oleh karena itu, peneliti merasa topik ini menarik dan penting untuk diteliti.

METODE PENELITIAN

Pendekatan penelitian ini bukanlah pendekatan struktural, tetapi fungsional. Jadi, data bahasa tidak diperlakukan hanya sebagai satuan linguistik semata, tetapi sebagai sebuah cerminan dari manusia sebagai penghasilnya (Juita, dkk., 2012). Secara metode, model etnografi komunikasi digunakan dalam penelitian ini. Penelitian dengan model etnografi menempatkan nilai yang tinggi pada kenormalan gejala yang diteliti (Duranti, 1997: 84). Penelitian ini memanfaatkan metode kualitatif etnografi (Spradley, 1970; Muhadjir, 1996) dalam (Sudana, dkk., 2012), yakni dengan melibatkan peneliti dalam pergaulan dengan masyarakat adat Kampung Dukuh di Kecamatan Cikelet, Kabupaten Garut. Dengan menggunakan metode ini, sumber data berlatar alami dengan peneliti  yang berfungsi sebagai human instrument (Moleong, 1995:121-125; Duranti, 1997:85- 88) dalam (Sudana, dkk., 2012).
Lokasi penelitian ini berada di lingkungan masyarakat adat Kampung Dukuh, yaitu di Desa Ciroyom, Kecamatan Cikelet, Kabupaten Garut. Lokasi penelitian ini sengaja dipilih karena merupakan komunitas terbatas yang masih berusaha menjaga nilai-nilai kearifan lokal sebagai warisan dari leluhurnya. Data penelitian ini meliputi berbagai macam leksikon kesenian Terbang Sejak yang dituturkan dalam bahasa Sunda. Adapun penelitian ini menggunakan dua metode penyajian data, yakni (1) metode simak dan (2) metode cakap.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Klasifikasi dan Deskripsi Leksikon Kesenian Terbang Sejak

Dalam penelitian ini, leksikon kesenian Terbang Sejak di Kampung Dukuh akan diklasifikasikan menjadi dua kelompok, yaitu (1) leksikon kegiatan kesenian dan (2) leksikon alat musik. Adapun uraiannya adalah sebagai berikut.

1.      Leksikon Kegiatan Kesenian

Berdasarkan hasil penelitian, leksikon kegiatan kesenian yang terdapat di masyarakat adat Kampung Dukuh ada dua, yaitu Terbang Sejak dan Debus. Adapun deskripsinya adalah sebagai berikut.
Pertama, leksikon Terbang Sejak. Leksikon kegiatan kesenian Terbang Sejak terdiri atas dua leksikon yang berbeda, yaitu terbang dan sejak. Leksikon terbang berasal dari leksikon ngabrangbrang yang berarti ‘menghibur anak agar tidak menangis’. Sementara itu, leksikon sejak berarti ‘karena Allah’. Jadi, apabila dikombinasikan, dua leksikon tersebut menjadi Terbang Sejak sehingga dapat diartikan sebagai ‘sebuah kegiatan seni yang bertujuan untuk menghibur anak agar tidak menangis yang dilaksanakan atau dilakukan semata-mata karena Allah’.
Kesenian Terbang Sejak merupakan kegiatan seni turun-temurun yang terdapat di Kampung Dukuh. Kesenian tersebut berdiri sejak tahun 1923. Kegiatan seni ini pada awalnya digelar untuk menghibur anak kecil yang sudah disunat agar tidak menangis, tetapi pada saat ini digelar juga untuk acara Maulid Nabi, pernikahan adat, penyambutan tamu, dan lain-lain. Kegiatan seni ini dimainkan oleh tujuh orang personel dan harus berasal dari Kampung Dukuh. Biasanya kesenian ini diiringi oleh lagu beluk dan pupujian berbahasa Arab dan Sunda kepada Rasulullah saw.
Kedua, leksikon Debus merujuk pada ‘kegiatan seni yang berupa memainkan benda-benda tajam dan lain sebagainya’. Kegiatan seni ini merupakan bagian dari kesenian daerah Terbang Sejak di Kampung Dukuh. Selain itu, kegiatan seni ini harus dimainkan oleh orang yang sudah profesional sehingga tidak semua personel grup kesenian Terbang Sejak bisa melakukan atraksi Debus. Adapun pemain atraksi Debus harus merupakan masyarakat adat Kampung Dukuh.

2.      Leksikon Alat Musik
Pada penelitian ini, ditemukan sepuluh leksikon alat musik dalam kesenian yang terdapat di Kampung Dukuh. Sepuluh alat musik yang dimaksud adalah kempring, indung, bangsring, dogdog pangréwong atau pasieup, celempung, calung, anak (réog), empring (réog), indung (réog), dan bajidor (réog). Sepuluh alat musik akan dideskripsikan sebagai berikut.
Pertama, kempring merupakan salah satu alat musik dari kesenian Terbang Sejak. Alat musik ini berbentuk seperti rebana yang terbuat dari kayu nangka. Pada salah satu bagiannya diberi kulit yang berasal dari kulit kijang berdiameter kira-kira 30 sentimeter yang diikat dengan rotan dan mempunyai tinggi kira-kira 8 sentimeter. Cara memainkan alat musik ini dengan cara ditepak yang berarti ‘ditepuk’ atau ‘dipukul’. Dalam memainkannya, kempring harus dipegang secara horizontal dengan bagian dasar kulit yang akan ditepuk menghadap ke kanan. Hal itu dilakukan dengan tujuan agar nada keluar dengan merdu.
Kedua, indung merupakan salah satu alat musik dari kesenian Terbang Sejak. Sama halnya dengan kempring, alat musik ini berbentuk seperti rebana yang terbuat dari kayu nangka. Pada salah satu bagiannya diberi kulit yang berasal dari kulit kijang berdiameter kira-kira 30 sentimeter yang diikat dengan rotan dan mempunyai tinggi kira-kira 8 sentimeter. Cara memainkan alat musik ini dengan cara ditepak yang berarti ‘ditepuk’ atau ‘dipukul’. Indung juga dalam memainkannya harus dipegang secara horizontal dengan bagian dasar kulit yang akan ditepuk menghadap ke kanan. Hal itu dilakukan dengan tujuan agar nada keluar dengan merdu.
Ketiga, bangsring merupakan salah satu alat musik dari kesenian Terbang Sejak. Sama halnya dengan kempring dan indung, alat musik ini berbentuk seperti rebana yang terbuat dari kayu nangka. Pada salah satu bagiannya diberi kulit yang berasal dari kulit kijang berdiameter kira-kira 30 sentimeter yang diikat dengan rotan dan mempunyai tinggi kira-kira 8 sentimeter. Cara memainkan alat musik ini dengan cara ditepak yang berarti ‘ditepuk’ atau ‘dipukul’. Seperti halnya kempring dan indung, bangsring juga saat akan dimainkan harus dipegang secara horizontal dengan dasar kulit yang akan ditepuk mengahadap kanan. Hal itu dilakukan dengan tujuan agar nada keluar dengan merdu.
Keempat, dogdog pangréwong atau pasieup merupakan salah satu alat musik dari kesenian Terbang Sejak. Berbeda dengan alat musik yang disebutkan sebelumnya, alat musik ini berbentuk seperti rebana besar, yaitu berupa kayu nangka bulat panjang yang memiliki diameter kira-kira 30 sentimeter dan mempunyai tinggi kira-kira 50 sentimeter. Pada salah satu bagiannya diberi kulit yang berasal dari kulit kijang berdiameter kira-kira 25 sentimeter yang diikat dengan rotan. Cara menggunakan alat musik ini dengan cara disaléndangkeun yang berarti ‘menyelendangi’ alat musik tersebut secara horizontal, sedangkan cara memainkannya dengan cara ditepak yang berarti ‘ditepuk’ atau ‘dipukul’.
Kelima, celempung merupakan salah satu alat musik yang terdapat di Kampung Dukuh. Alat musik ini berbentuk tabung panjang yang terbuat dari bambu yang memiliki panjang kira-kira 60 sentimeter. Alat musik ini memiliki tiga senar bambu yang berfungsi sebagai sumber suara atau nada. Pada kedua sisi senar bambu tersebut diikat dengan rotan sabagai pengikat. Celempung mempunyai nama-nama khusus untuk bagian-bagiannya, seperti buku dan ruasan. Buku adalah salah satu bagian dari celempung yang berada di bagian paling sisi berupa lubang bambu. Ruasan adalah bagian yang berada paling atas dari alat musik celempung. Pada bagian ini terdapat tiga senar bambu dan terdapat lubang kecil di sebelah sisinya yang berguna sebagai sumber suara. Cara memainkan alat musik ini dengan cara ditakol yang berarti ‘dipukul’ dan ditepak yang berarti ‘ditepuk’. Adapun alat yang digunakan untuk memukul alat musik tersebut adalah panakol yang terbuat dari kayu.
Keenam, calung merupakan salah satu alat musik yang terdapat di Kampung Dukuh. Alat musik ini merupakan alat musik pukul khas Sunda yang terbuat dari bambu menyerupai gambang yang tersusun melintang dari atas ke bawah. Cara memainkan alat musik ini dengan cara ditakol yang berarti ‘dipukul’ dengan menggunakan sebuah alat yaitu panakol yang terbuat dari kayu. Ukuran bambu yang berbeda-beda menghasilkan nada yang berbeda dari alat musik ini.
Ketujuh, anak (réog) merupakan salah satu alat musik yang terdapat di Kampung Dukuh. Anak (réog) biasanya digunakan sebagai alat musik pengiring lagu Sunda modern. Alat musik ini berbentuk seperti rebana yang terbuat dari batang pohon kelapa. Alat musik ini berbentuk tabung bulat panjang kira-kira berdiameter 20 sentimeter. Pada salah satu bagiannya diberi kulit yang berasal dari kulit domba berdiameter kira-kira 25 sentimeter dan diberi kain di bagian bawahnya. Alat musik ini merupakan alat musik terkecil dari réog. Cara memainkan alat musik ini dengan cara ditepak yang berarti ‘ditepuk’ atau ‘dipukul’.
Kedelapan, empring (réog) merupakan salah satu alat musik yang terdapat di Kampung Dukuh. Empring (réog) biasanya digunakan sebagai alat musik pengiring lagu Sunda modern. Sama halnya dengan anak (réog), alat musik ini berbentuk seperti rebana yang terbuat dari batang pohon kelapa. Alat musik ini berbentuk tabung bulat panjang kira-kira berdiameter 20 sentimeter. Pada salah satu bagiannya diberi kulit yang berasal dari kulit domba berdiameter kira-kira 25 sentimeter dan diberi kain di bagian bawahnya. Alat musik ini merupakan bagian alat musik dari réog. Cara memainkan alat musik ini dengan cara ditepak yang berarti ‘ditepuk’ atau ‘dipukul’.
Kesembilan, indung (réog) merupakan salah satu alat musik yang terdapat di Kampung Dukuh. Indung (réog) biasanya digunakan sebagai alat musik pengiring lagu Sunda modern. Sama halnya dengan anak (réog) dan empring (réog), alat musik ini berbentuk seperti rebana yang terbuat dari batang pohon kelapa. Alat musik ini berbentuk tabung bulat panjang kira-kira berdiameter 25 sentimeter. Pada salah satu bagiannya diberi kulit yang berasal dari kulit domba berdiameter kira-kira 30 sentimeter dan diberi kain di bagian bawahnya. Alat musik ini merupakan bagian alat musik dari réog. Cara memainkan alat musik ini dengan cara ditepak yang berarti ‘ditepuk’ atau ‘dipukul’.
Kesepuluh, bajidor (réog) merupakan salah satu alat musik yang terdapat di Kampung Dukuh. Bajidor (réog) biasanya digunakan sebagai alat musik pengiring lagu Sunda modern. Sama halnya dengan anak (réog), empring (réog) dan indung (réog), alat musik ini berbentuk seperti rebana yang terbuat dari batang pohon kelapa. Alat musik ini berbentuk tabung bulat panjang kira-kira berdiameter 30 sentimeter. Pada salah satu bagiannya diberi kulit yang berasal dari kulit domba berdiameter kira-kira 35 sentimeter dan diberi kain di bagian bawahnya. Alat musik ini merupakan alat musik terbesar dari réog. Cara memainkan alat musik ini dengan cara ditepak yang berarti ‘ditepuk’ atau ‘dipukul’.

Fungsi Leksikon Kesenian Terbang Sejak

Leksikon kesenian Terbang Sejak memiliki hubungan yang cukup erat dengan kehidupan masyarakat Kampung Dukuh. Hal tersebut bisa karena kesenian Terbang Sejak merupakan salah satu aktivitas adat yang menjadi ciri khas masyarakat Kampung Dukuh. Kesenian Terbang Sejak selalu dilakukan ketika ada tamu yang berkunjung ke Kampung Dukuh, juga syukuran masyarakat kampung. Oleh karena itu, leksikon keseian Terbang Sejak ini memiliki empat  fungsi, yaitu (1) fungsi individual, (2) fungsi sosial, (3) fungsi keharmonisan dengan alam, dan (4) fungsi hiburan. Empat fungsi tersebut akan dipaparkan dalam subbab-subbab di bawah ini.
Pertama, leksikon kesenian Terbang Sejak memiliki fungsi individual karena sejumlah leksikon tersebut berkaitan dengan kegiatan yang dikerjakan secara individual. Beberapa alat kesenian seperti calung dan celempung dalam kaitan dengan aktivitasnya dapat dimainkan secara individual. Keindividualan tersebut bisa terlihat ketika masyarakat Kampung Dukuh memainkan calung dan celempung secara khusus tidak dimainkan bersama alat kesenian yang lainnya.
Kedua, leksikon kesenian Terbang Sejakdi masyarakat adat Kampung Dukuh memiliki fungsi sosial. Di dalam sejumlah leksikon tersebut, seperti leksikon kegiatan kesenian dan leksikon alat musik berkaitan dengan kegiatan atau sesuatu yang dikerjakan secara bersama. Kaitan dengan fungsi sosial ini tidak lepas dari hubungan leksikon kesenian Terbang Sejak tersebut dengan aktivitasnya. Kebersamaan tersebut bisa terlihat ketika masyarakat Kampung Dukuh memainkan kempring, indung, bangsring, dan dogdog pangréwong atau pasieup secara beregu untuk memainkannya.
Ketiga, leksikon kesenian Terbang Sejak memiliki fungsi keharmonisan dengan alam. Hal tersebut dapat telihat dari bahan alat musik yang digunakan. Semua bahan alat musik berkaitan dengan bambu dan kayu yang diambil dari hutan sekitar kampung. Bambu dan kayu tersebut diambil untuk dijadikan bahan pembuat alat musik. Pengambilan dua bahan tersebut membuat masyarakat berinteraksi dengan alam sekitar  yang tentunya membuat masyarakat peduli dan menjaga juga hutan sekitar.
Keempat, leksikon kesenian Terbang Sejak dan Debus memiliki fungsi hiburan bagi masyarakat adat Kampung Dukuhdan orang lain. Kaitan fungsi hiburan ini tidak lepas dari aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat Kampung Dukuh. Kesenian Terbang Sejak dan Debus selalu ditampilkan dalam acara-acara yang dilaksanakan oleh masyarakat adat Kampung Dukuh. Lantunan Terbang Sejak serta permainan Debus juga dapat dijadikan sebuah tontonan yang dapat menghibur masyarakat luas. Hal itu dibuktikan dengan semakin seringnya kesenian Terbang Sejak dan Debus diundang dalam acara pemerintah untuk memberikan hiburan kepada masyarakat luas.

Konsep Harmoni dan Nilai Kearifan Lokal yang Terkandung dalam Leksikon Kesenian Terbang Sejak
Leksikon merupakan cerminan dari pola pikir atau cara pandang budaya yang dimiliki oleh suatu kelompok masyarakat tertentu. Pendapat tersebut pun sejalan dengan pendapat Wierzbicka (1997: 4) yang menyatakan bahwa kata mencerminkan dan menceritakan karakteristik cara hidup dan cara berpikir penuturnya dan dapat memberikan petunjuk yang sangat bernilai dalam upaya memahami budaya penuturnya.
Nilai-nilai harmoni menjadi sebuah daya tawar yang secara kasat mata terlihat dari cerminan hidup adat masyarakat Kampung Dukuh. Salah satu aktivitas yang acap kali dilakukan masyarakat adat Kampung Dukuh adalah tidak memakai alas kaki di jalanan yang sebetulnya bebatuan, nilai harmoni yang ditawarkan adalah perihal awas dan hati-hati sebab ketika seseorang sudah menggunakan sandal, ia akan gegabah dalam berjalan dan tidak meresapi detail dari tanah yang dipijak. Nilai harmoni itu mampu ditanamkan dengan baik, tetapi nilai-nilai harmoni semacam ini memang tidak ditemukan di daerah yang sudah lengkap dengan kemajuan zaman.
Nilai keharmonisan dengan Tuhan dapat tercermin dari leksikon kegiatan kesenian Terbang Sejak. Leksikon Terbang Sejak yang berarti ‘sebuah kegiatan seni yang bertujuan untuk menghibur anak agar tidak menangis yang dilaksanakan atau dilakukan semata-mata karena Allah’ menandakan bahwa kegiatan tersebut memang dilaksanakan semata-mata hanya karena Tuhan.
Kesenian Terbang Sejak menawarkan harmoni dalam perenungan rohani dalam setiap syair dan alunan musik yang ditawarkan. Selain untuk kepentingan gerak, ada pula konsep harmoni yang tertuang yakni musik dan syair yang menyatu dengan alam. Ketika kelompok kesenian Terbang Sejak hendak melakukan latihan di hutan selalu saja ada kejadian yang menunjukkan keserasian alam, misalnya burung-burung yang terbang berputar seakan-akan mengerti alunan musik Terbang Sejak. Komponen alat musik seperti kempring, indung, bangsring, dogdog pangrewong atau pasiep, celempung, calung, anak (reog), empring (reog), indung (reog), dan bajidor (reog) adalah komponen musik yang membuat harmoni dari kesenian Terbang Sejak bersifat khas. Nilai keharmonisan dengan alam dapat ditunjukkan juga dengan bahan alat musik yang memang dibuat dari bambu dan kayu yang diperoleh dari hutan sekitar. Masyarakat adat Kampung Dukuh ketika ingin membuat alat musik mereka tidak membeli jadi dari pasar atau orang lain, tetapi membuatnya sendiri. Bahan-bahan pembuatnya itu diambil dari hutan yang mereka miliki meskipun ada beberapa bahan yang didapat dari hutan di luar Kampung Dukuh. Mereka mengambil bambu dan kayu lalu diolah sesuai dengan alat musik yang ingin dibuat.

SIMPULAN

Kajian tentang leksikon kesenian Terbang Sejak tidak hanya dapat dilakukan secara terbatas di dalam konteks linguistik semata, tetapi juga dapat dilakukan dalam konteks sosial budaya yang lebih luas sehingga mampu menjangkau fungsinya dalam menopang praktik kebudayaan. Dalam kajian ini terungkap bahwa leksikon kesenian Terbang Sejak dapat diklasifikasikan menjadi dua leksikon, yaitu (1) leksikon kegiatan kesenian dan (2) leksikon alat musik. Berdasarkan fungsinya, leksikon kesenian Terbang Sejak dapat dikategorikan menjadi empat  fungsi, yakni (1) fungsi individual, (2) fungsi sosial, (3) fungsi keharmonisan dengan alam, dan (4) fungsi hiburan. Konsep harmoni dan kearifan lokal yang terkandung dalam leksikon kesenian Terbang Sejak yaitu nilai keharmonisan dengan sesama manusia, nilai keharmonisan dengan Tuhan, dan nilai keharmonisan dengan alam.

DAFTAR PUSTAKA

Duranti, Alessandro. (2002). Linguistic Anthropology. Cambridge: Cambridge University Press.
Foley, William A. (2001). Anthropological Linguistics. Massachusetts: Blackwell Publisher Inc.
Hidayatullah, Rizki dan Fasya, Mahmud. (2012). “Konsep Nasi dalam Bahasa Sunda (Studi Antropolinguistik di Kampung Naga, Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya”.  Makalah pada Konferensi Linguistik Tahunan Atma Jaya 10: Tingkat Internasional, Universitas Atma Jaya, Jakarta.
Juita, dkk. (2013). Nama Perkakas Pertanian di Kampung Naga, Kabupaten Tasikmalaya (Sebuah Kajian Linguistik Antropologis). Makalah di FPBS UPI Bandung: tidak diterbitkan.
Koentjaraningrat. (2009). Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Kridalaksana, Harimurti. (2008). Kamus Linguistik Edisi Keempat. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Pamelasari, Novi. (2013). Kandungan Nilai Kearifan Lokal dalam Leksikon Batik Trusmi (Kajian Etnolinguistik). Skripsi Sarjana di FPBS UPI Bandung: tidak diterbitkan.
Sibarani, Robert. (2004). Antropolinguistik: Antropologi Lingusitik, Linguistik Antropologi. Medan: Poda.
Sudana, Dadang, dkk.. (2012). “Eksplorasi Nilai Pendidikan Lingkungan Hidup dalam Leksikon Etnobotani: Kajian Etnopedagogi di Kampung Naga, Kabupaten Tasikmalaya”. Proposal Penelitian Hibah Penelitian Etnodedagogi, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung: tidak diterbitkan.
Sumardjo, Jakob. (2011). Sunda Pola Rasionalitas Budaya. Bandung: Kelir.
Suryana, Elis dan Charliyan Anton. (2010). Menguak Tabir Kampung Naga. Tasikmalaya: CV. Danan Jaya.
Wierzbicka, Anna. (1997). Understanding Cultures through Their Key Words: English, Russian, Polish, German, and Japanese. New York: Oxford University Press.


*disajikan di Konferensi Linguistik Tahunan Atma Jaya Kedua belas Tingkat Internasional, pada 14-16  April 2014, Unika Atma Jaya, Jakarta 
 

Komentar

  1. Selamat siang, mohon maaf seblmnya krn sy tertarik dgn beberapa buku2nya bpk yg ada dlm daftar pustaka bpk. Kira-kira dmn sy bs mendapatkannya ya? Minta tlg kiranya utk dibls di fb sy: keke_java@yahoo.com / email sy: keke_java@rocketmail.com

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Macam-macam Definisi

CONTOH DARI LIMA MACAM DEFINISI 1.       Contoh Definisi Sinonim Definisi sinonim adalah salah satu proses pemberian makna sebuah kata dengan memberikan sinonimnya atau kata-kata yang sama artinya. Berikut di bawah ini contoh dari definisi sinonim. 1)       Kata bohong sama maknanya dengan kata dusta 2)       Kata buram sama maknanya dengan kata kelam 3)       Kata gambaran sama maknanya dengan kata potret 4)       Kata cerita sama maknanya dengan kata kisah 5)       Kata ambigu sama maknanya dengan kata taksa 2.       Contoh Definisi Etimologi Definisi etimologi adalah salah satu proses pemberian makna sebuah kata dengan membatasi pengertian sebuah kata dengan mengikuti jejak etimologinya dari arti awal hingga arti sekarang. Berikut di bawah ini contoh dari definisi etimologi. 1...

Resensi Buku Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia dan Pembentukan Istilah

Identitas buku: Judul                 : Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia dan Pembentukan Istilah Penulis              : Tim Redaksi BIP Penerbit             : Bhuana Ilmu Populer (BIP) Tahun  terbit     : Cetakan pertama, 2018 Ukuran              : 14 cm x 21 cm Tebal                : xi + 174 halaman Bangsa yang hebat adalah bangsa yang menjunjung bahasa persatuannya sendiri, bahasa Indonesia. Namun, terkadang kita sebagai pemakai bahasa Indonesia masih kesulitan dalam menggunakan kaidah ejaan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Faktanya, banyak dari kita yang bahkan masih kebingungan dalam penggunaan huruf kapital, menulis kata berimbuhan, pemaka...

Komik Plants vs. Zombies: Komik Edukasi Penambah Wawasan Sains

Identitas buku: Judul                 : Komik Sains Plants vs. Zombies - Serangga Penulis              : Xiao Jiang Nan Penerbit            : Bhuana Ilmu Populer (BIP) Tahun  terbit     : Cetakan pertama, 2019 Ukuran            : 18 cm x 24 cm Tebal               : 120 halaman Harga               : Rp98.000,- Siapa, sih, yang tidak mengenal karakter Plants vs. Zombies? Kita pasti mengenal mereka melalui game -nya yang sangat terkenal itu, kan? Ya, kali ini kita memang akan mengulas komik yang menceritakan kisah tentang karakter Plants vs Zombies. Secara keseluruhan, komik Plants vs. Zombies berisikan...